Majelissirah.com - Sebuah buku yang beredar di tengah masyarakat Jakarta baru-baru ini, si pemberi kata pengantar menuliskan seakan-akan bahwa hadits Nabi ﷺ sudah menyebutkan nama Ahok.
Dia menulis begini :
“Bapak Gubernur DKI Jakarta, Bapak Basuki Tjahaya Purnama, yang bahasa Arabnya adalah Ahok, saya dengar nama ini sejak kecil ngaji di pesantren, ketika membaca hadits Nabi “unsur akhok dholiman wa mazluman”. Jadi Ahok itu bukan Bahasa Cina tapi Bahasa Arab.
Ini hari santri, semua santri tahu apa arti “Akhok”. Akhok artinya “saudaramu”. Jadi saya tadi nyebrang laut dari lampung ke sini untuk mengamalkan hadits Nabi, “unsur akhok dholiman wa mazluman” tolonglah ahok (saudaramu) itu, baik kalau dia berbuat dzolim maupun dia di dzolimin. Menolong saudara kita yang didzolimi dengan membantu dan membelanya, sedangkan “menolong” saudara kita yang berbuat dzolim dengan mencegahnya agar tidak berbuat dzolim. Mungkin Pak Ahok baru tahu juga kalau “akhok” itu Bahasa Arab yang artinya “saudaramu.” (Hal. 1-2)
Tulisan ini, jika penulisnya serius maka dia terperosok dalam kesalahan fatal dan mengerikan, sebab dengan berani dia menafsirkan makna Akhoka (saudaramu) di situ adalah Ahok. Jika pakai standar Nusron Wahid, dia keliru, sebab hanya si pengucap yang tahu apa maksud yang diucapkannya.
Lalu ... Jika penulis kata pengantar ini ternyata hanya bergurau saja, bahwa hadits Nabi ﷺ itu sedang menyebut nama Ahok, maka itu lebih fatal lagi. Sebab dia telah menjadikan hadits Nabi ﷺ sebagai bahan gurauan. Jauh dari akhlak santri apalagi kiayi. Kalau Ahok telah menista Al Quran, maka yang ini menista hadits Nabi ﷺ. Sama-sama penista.
Betul kata Nabi ﷺ : Al Mar’u ‘ala Diini khaliilih-Seseorang itu tergantung bagaimana agama kawan dekatnya. (HR. Abu Daud, At Tirmidzi, katanya: hasan)
Dan, bahkan baginya Ahok bukan sekedar khaliil (kekasih), tapi saudaranya.
Juga hadits: Al Arwaahu Junuudun mujannadah – ruh-ruh itu bagaikan tentara-tentara yang berkumpul. (HR. Muttafaq ‘Alaih)
Taruhlah ini serius, maka ada beberapa kesalahan mendasar.
1. Dia berdusta atas nama Nabi ﷺ, bahwa seolah Nabi ﷺ dalam haditsnya itu memerintahkan agar membela Ahok yang sedang terzalimi.
Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ كَذِبًا عَلَيَّ لَيْسَ كَكَذِبٍ عَلَى أَحَدٍ مَنْ كَذَبَ عَلَيَّ مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ
Sesungguhnya dusta atas namaku tidaklah sama seperti dusta atas nama salah seorang diantara kamu, barang siapa yang berdusta atas namaku secara sengaja maka hendaknya dia bersiap atas kursinya di neraka. (HR. Al Bukhari No. 1291)
2. Secara transliterasi bahasa Indonesia juga salah, Akhoka (saudaramu), menggunakan huruf KHA خ - (dibaca KHO), bukan “ha”, sedangkan Ahok dengan dengan HA, baik ح atau ه, yang jelas bukan kha. Jadi, ini keliru fatal.
3. Siapa yang dimaksud Unshur Akhaaka – tolonglah saudaramu? Penulis kata pengantar, mengartikannya menolong Ahok yang sedang dizalimi, ini kekacauan berat.
Sebab latar belakang hadits ini adalah berkenaan sesama muslim yang bertengkar, sebagaimana yang disebutkan sababul wurudnya dalam riwayat Imam Ahmad dan Imam Muslim.
Imam As Suyuthi Rahimahullah bercerita tentang latar belakang hadits “Unshur Akhaaka Zhaaliman wa Mahzluuman”:
سبب : أخرج أحمد ومسلم عن جابر بن عبد الله قال : اقتتل غلامان غلام من المهاجرين وغلام من الأنصار فقال المهاجري : يا للمهاجرين ، وقال الأنصاري : يا للأنصار ، فخرج رسول الله فقال : " أدعوى الجاهلية " ؟ قالوا : لا والله إلا أن غلامين كسح أحدهما الآخر فقال : " لا بأس لينصر الرجل أخاه ظالما أو مظلوما فإن كان ظالما فلينهه فإنه له نصرة وإن كان مظلوما فلينصره ".
Sebab adanya hadits: Dikeluarkan oleh Imam Ahmad dan Imam Muslim, dari Jabir bin Abdullah, dia berkata: ada dua anak muda saling berkelahi, dari satu anak dari golongan Muhajirin dan dan satu lagi dari Anshar. Yang Muhajirin berkata: “Wahai orang Muhajirin”. Yang Anshar berkata: “Wahai Anshar”. Maka, Rasulullah ﷺ keluar dan bersabda: “Inikah seruan jahiliyah?” Mereka menajwab: “Tidak, demi Allah, hanya saja ada dua anak yang saling hajar satu sama lain.”
Maka Nabi ﷺ bersabda: “Tid
ak apa-apa seseorang menolong saudaranya yang zalim atau dizalimi. Ada pun menolong yang zalim dengan cara mencegahnya, itu bentuk pertolongannya, dan bagi yang dizalimi dengan cara membelanya. (Imam Aa Suyuthi, Al Luma’, Hal. 63)
Maka, seharusnya hadits ini dipakai sebagai dalil membela saudara sesama muslim yang dizalimi atau muslim yang zalim, sebab maksud saudara di situ adalah saudara sesama muslim yang bagaikan satu tubuh (Lihat Imam Ibnu Baththal, Syarh Shahih Al Bukhari, 9/16) bukan untuk orang kafir yang justru menzalimi umat Islam dan kitab sucinya. Tapi sayangnya hatinya lebih terpaut dengan orang kafir yang melakukan kezaliman, dibanding kaum muslimin yang teraniaya di DKI. Baginya Ahok adalah saudara yang dizalimi, sementara kaum muslimin justru pelaku kezalimannya. Na’udzubillah!
Allah ﷻ berfirman:
َإِنَّهَا لَا تَعْمَى الْأَبْصَارُ وَلَكِن تَعْمَى الْقُلُوبُ الَّتِي فِي الصُّدُورِ -٤٦-
“Sebenarnya bukan mata itu yang buta, tetapi yang buta ialah hati yang di dalam dada.” (QS. Al-Hajj 46)
Bersambung ...
(Saya berbaik sangka, bahwa kata pengantar dalam kutaib itu bukanlah tulisan Beliau, Dr. Ahmad Ishamuddin, Syuriah PB NU, mungkin ini adalah comot nama yang dilakukan para pendukung penista Al Quran -qaatalahumullah)